A. Latar Belakang
Mata
pelajaran sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dan
diajarkan diberbagai tingkat pendidikan. Dewasa ini telah dilakukan berbagai
diskusi tentang tujuan pembelajaran sejarah di sekolah dan perubahan yang perlu
dilakukan dalam pembelajaran sejarah. Semua diskusi memunculkan keyakinan bahwa
dalam skema pendidikan umum, sejarah sangat penting untuk diajarkan (Kochar,
2008).
Pembelajaran
sejarah SMA di Ambarawa masih menitikberatkan pada
pembelajaran secara konvensional. Aktivitas siswa dalam pembelajaran sejarah
masih terbatas pada sumber buku teks pelajaran. Selain itu, orientasi
pembelajaran masih terpusat pada guru dan pembelajaran hanya bersifat satu
arah. Guru menjadi subjek yang sentral dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan metode konvensional atau ceramah. Materi sejarah dianggap siswa
kurang begitu menarik, karena materi sejarah dianggap masa lalu. Siswa merasa
jenuh karena tidak ada inovasi dalam pembelajaran sejarah.
Pembelajaran
sejarah agar menarik dan menyenangkan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara,
antara lain mengajak siswa pada peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di
sekitar mereka. Lingkungan di sekitar siswa terdapat berbagai peristiwa sejarah
yang dapat membantu guru untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang masa lalu.
Pada umumnya siswa lebih tertarik terhadap pelajaran sejarah bila berhubungan
dengan situasi nyata di sekitarnya, sehingga siswa dapat menggambarkan suatu
peristiwa masa lalu seperti dalam pelajaran sejarah. Kondisi nyata di sekitar
siswa dapat digunakan guru sebagai cara untuk menggambarkan dan mengantarkan
suatu peristiwa sejarah (Isjoni, 2007).
Menurut Darsono (2000) pembelajaran merupakan kegiatan yang
dilakukan secara sadar dan sengaja untuk membantu peserta didik agar memperoleh
pengalaman Ahmad Sugandik (2004), menegaskan bahwa pembelajaran sejarah
bertujuan agar peserta didik memperoleh kemampuan berfikir secara historis.
Maka dalam proses pembelajaran terdapat komponen-komponen yang menyusun suatu
pembelajaran yaitu: (1) tujuan; (2) subjek belajar; (3) materi pelajaran; (4)
strategi pembelajaran; (5) media pembelajaran; (6) evaluasi; dan (7) penunjang
pembelajaran.
Guru
sejarah memiliki peranan penting dalam keseluruhan proses pembelajaran sejarah.
Selain mengembangkan bentuk-bentuk alat bantu pembelajaran secara mekanis dan
mengembangkan pendidikan yang berfokus pada kemajuan siswa, guru sejarah
memegang peranan penting dalam membuat pelajaran sejarah menjadi hidup dan
menarik bagi siswa. Guru sejarah bertanggungjawab menginterpretasikan konsep
tersebut kepada siswa-siswanya. Guru sejarah harus mampu menciptakan suasana
belajar yang nyaman dan menyenangkan agar proses belajar-mengajar dapat
berlangsung dengan cepat dan baik. Selera humor guru sangat penting dalam
proses pembelajaran sejarah itu sendiri (Kochar, 2008).
Metode
pengajaran yang memanfatkan media pembelajaran akan meyakinakan siswa terhadap
materi yang disampaikan. Pemanfaatan media pembelajaran dapat membantu guru untuk
mempresentasikan materi pembelajaran kepada siswa. Media Pembelajaran akan
memberikan suatu paradigma baru tentang pembelajaran yang lebih interaktif dan
tradisi baru bagi guru dengan meninggalkan cara konvensional untuk pengembangan
pembelajaran yang lebih praktis. Siswa akan lebih tertarik terhadap pendekatan
pengajaran yang memanfaatkan media pembelajaran. Guru juga akan lebih mudah
untuk mengendalikan situasi dikelas yang merupakan bagian penting dari
pembelajaran ini (Tracey dan Nesbit, 2007).
Media Menurut Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Guruan (Association for Education and Communication
technology/AECT) yang dikutip oleh Asnawir dan Usman (2002) mendefinisikan
media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau
dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan
belajar mengajar dengan mempertimbangkan efektifitas program instruksional.
Berkaitan dengan definisi media, Anitah (2008) mengaskan bahwa media dapat
berbentuk perangkat keras (hardwere)
dan lunak (softwere). Media secara
umum dapat menjadi media pembelajaran, jika segala sesuatu (hardwere dan softwere) tersebut membawakan pesan untuk suatu pembelajaran.
Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan
untuk menyampaikan pesan pembelajaran antara peserta didik, pendidik, dan bahan
ajar. Menurut Gerlach dan Ely di dalam bukunya Arsyad (2002) menjelaskan bahwa
media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian
yang membangun kondisi untuk membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Secara khusus, pengertian media dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau
elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual
atau verbal.
Pemilihan media pembelajaran menurut Ely dalam bukunya Sadiman dkk
(2011) mengatakan pemilihan media tidak terlepas dari konteksnya bahwa media
merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan setelah tujuan dan isinya sudah diketahui, yaitu:
karakteristik siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar,
alokasi waktu, sumber, dan prosedur. Sebagai pendekatan praktis yang perlu
dipertimbangkan berapa lama waktu yan yang diperlukan dan format apa yang
memenuhi selera pemakai antara siswa dengan guru.
Pemanfaatan museum sebagai media
pembelajaran merupakan wujud kreatifitas dari guru. Bahkan Turner Richard
(2005) menyebutkan media pembelajaran akan memberikan bantuan bagi guru dan
bagi instansi pendidikan untuk merancang pembelajaran lebih menarik. Sangat
disarankan untuk mengembangkan pengajaran menggunakan media pembelajaran agar
lebih relevan terhadap masa kini yang dikontruksikan dari sumber-sumber
peristiwa sejarah masa lalu.
Kochar (2008) menyebutkan nilai penting dalam pembelajaran sejarah
adalah nilai keilmuan, nilai informatif, nilai pendidikan, nilai etika, nilai
budaya, nilai politik, nilai budaya, nilai nasionalisme, nilai kerja, dan nilai
kependidikan. Nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah menjadi mata pelajaran
sejarah tidak lagi terlalu menekankan pengajaran hafalan tetapi lebih berfikir
historis, kritis dan analitis. Berfikir kritis dan analitis akan membiasakan
peserta didik untuk melihat dan menerima gambaran sejarah tidak pasif yang
selalu dituntun oleh pendidik.
Tujuan pembelajaran sejarah adalah sebagai wahana bagi pewarisan
nilai-nilai kehidupan bangsa. Tujuan pembelajaran sejarah diposisikan sebagai
pendidikan tentang cara berfikit keilmuan. Pemberlajaran sejarah memiliki
tujuan penting seperti: kualitas seperti berfikir secara kronologis, pemahaman
sejarah, kemampuan analisis penafsiran sejarah dan kemampuan penelitian (Hamid
Hasan, 2007).
Sumber belajar menurut Barbara dan Rita (1994) adalah proses
kegiatan yang mendukung terjadinya belajar, termasuk sistem pelayanan, bahan
pembelajaran dan lingkungan. Sumber belajar tidak hanya terbatas pada bahan dan
alat yang digunakan dalam proses pembelajaran, melainkan juga tenaga, biaya,
dan fasilitas. Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk
membantu tiap orang untuk belajar dan menampilkan kompetesinya.
Menurut Enco
Mulyasa (2004) memberikan pengertian tentang sumber belajar adalah segala sesuatu yang
dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah
informasi, pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan dalam proses belajar
mengajar. Sementara itu Ahmad Rohani (2004) memberikan penjelasan lain bahwa sumber belajar dalam pengajaran adalah segala
apa (daya, lingkungan, pengalaman) yang dapat digunakan dan dapat mendukung
proses atau kegiatan pengajaran secara lebih efektif dan dapat memudahkan
pencapaian tujuan pengajaran. Sumber belajar juga merupakan segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peseta didik) untuk memudahkan
terjadinya proses belajar.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001) mengklasifikasikan
sumber belajar sebagai berikut: (1) Sumber belajar tercetak: buku pelajaran,
majalah, kamus, koran, ensiklopedi, dan lain-lain; (2) Sumber
belajar non-cetak: transparasi, buku catatan, film, slide, model, dan lain-lain; (3) Sumber
belajar yang berbentuk fasilitas: perpustakaan sekolah, ruangan belajar,
lapangan olah raga dan sebagainya; (4) Sumber belajar yang berupa kegiatan:
wawancara, belajar kelompok, simulasi, observasi, permainan dan lain-lain; (5) Sumber
belajar yang berupa lingkungan di masyarakat: pabrik, museum, taman, terminal
dan lain-lain.
Dalam
artikel ini ditelaah tentang pemanfaatan Museum sebagai sumber dan media
pembelajaran sejarah. Museum berasal dari kata museion
yang memiliki arti sebuah gedung tempat pemujaan para muse yang
merupakan salah satu dari dewi pelambang cabang-cabang kegiatan atau ungkapan
ilmu pengetahuan dan kesenian (Sutaarga, 1999).
Direktorat Permuseuman dan Kebudayaan (1986) mengklasifikasikan
jenis-jenis museum atas tiga tipe sebagai berikut: (1) Museum Umum adalah museum yang tidak membatasi jenis benda
koleksinya; (2) Museum Khusus adalah museum yang membatasi jenis-jenis benda
yang dikoleksinya; (3) Museum Pendidikan adalah museum yang membatasi jenis
koleksinya dikhususkan pada tingkat pendidikan tertentu. Sedangkan Menurut International
Council of Museum (ICOM) dalam Sutaarga (1976) fungsi museum antara
lain: (a) Pengumpulan dan pengamanan warisan budaya yaitu museum berfungsi
sebagai tempat mengumpulkan benda-benda purbakala untuk dapat dipergunakan
sebagai warisan untuk generasi yang akan datang; (b) Dokumentasi dan penelitian
ilmiah yaitu museum sebagai sarana bagi pendidikan alam, penelitian ilmiah; (c)
Konservasi dan preparasi yaitu museum sebagai alat untuk mengukur keilmiahan
benda; (d)Pengenalan dan penghayatan ilmu kesenian yaitu museum berfungsi
sebagai sarana mempelajari kesenian daerah.
Sumber belajar lingkungan yang dapat
dimanfaatkan SMA di Ambarawa salah satunya adalah Museum Isdiman Palagan
Ambarawa. Museum Isdiman Palagan Ambarawa terletak di Kota Ambarawa, Kabupaten
Semarang. Museum Isdiman Palagan Ambarawa merupakan bukti sejarah pertempuran
Palagan Ambarawa. Pasukan TKR yang dipimpin Kolonel Soedirman berhasil
mengalahkan Sekutu pada tanggal 15 Desember 1945 yang juga diperingati sebagai
Hari Infanteri. Museum Isdiman Palagan Ambarawa menyimpan senjata
senapan-senapan kuno, tank dan meriam, serta replika pesawat Mustang yang
berhasil ditembak jatuh ke dalam Rawa Pening. Keberadaan Museum Isdiman Palagan
Ambarawa merupakan sumber belajar sejarah yang penting untuk dipelajari bagi
peserta didik. Pengamatan dan analisa untuk mendalami materi sejarah menjadi
tuntutan bagi siswa SMA dalam mempelajari sejarah.
Pemanfaatan Museum Isdiman Palagan
Ambarawa sebagai sumber dan media pembelajaran sejarah dapat memberikan
informasi kongkret kepada siswa. Pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan
museum akan membuat siswa lebih mudah memahami tentang peristiwa sejarah dan
siswa dapat melihat bukti-bukti nyata mengenai materi pembelajaran sejarah.
Museum Isdiman Palagan Ambarawa merupakan warisan sejarah dari perjuangan
bangsa Indonesia mempunyai nilai historis yang tinggi. Pendalaman materi
sejarah pertempuran Ambarawa dengan memanfaatkan Museum Isdiman Palagan
Ambarawa diharapkan dapat memperkaya pengetahuan sejarah siswa dan memberikan
kepada guru sejarah sebagai pilihan metode pembelajaran yang lebih kreatif.
Peserta didik tidak hanya sekedar dituntut hanya memiliki kompetisi kognitif,
tetapi juga afektif dan psikomotorik. Dalam hal ini dapat mengubah anggapan
bahwa sejarah bukan sesuatu yang membosankan dan menjenuhkan tetapi merupakan
suatu yang menarik dan menyenangkan. ( jurnal.uns.ac.id, uns.ac.id, fkip.uns.ac.id, jurnal.fkip.uns.ac.id, http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sejarah, http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sejarah/article/view/12075, sejarah.fkip.uns.ac.id, https://jurnal.uns.ac.id/historika, https://jurnal.uns.ac.id/historika/article/view/38445, https://jurnal.uns.ac.id/historika/issue/view/2855. )
B. Tujuan Artikel Ilmiah
Penelitian ini mengambil masalah tentang Museum
Isdiman Palagan Ambarawa sebagai sumber dan media pembelajaran sejarah SMA di Ambarawa, yang disajikan secara deskriptif. Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat
sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya, dan
memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta sebagaimana keadaan
sebenarnya (Nawawi & Martini, 1994).
Strategi penelitian
ini menggunakan pendekatan studi kasus terpancang tunggal. Jenis penelitian
kasus ini disebut studi kasus terpancang (embedded
case study) mengingat permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan
dalam proposal sebelum peneliti terjun dan menggali permasalahan di lapangan
(Sutopo, 2006).
Data yang diperlukan
dalam penelitian ini bersumber pada informan, tempat, peristiwa, arsip dan
dokumen. Bentuk sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dimana peneliti
cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi
sumber data. Data dikumpulkan
dengan teknik observasi, wawancara, kuesioner dan analisis dokumen. Untuk
menguji validitas data, dalam
penelitian ini digunakan triangulasi data dan metode. Analisis
penelitian dilakukan dengan teknik interaktif (Miles dan Huberman, 1992).
Proses analisis interaktif meliputi tahapan: 1) pengumpulan data; 2) reduksi
data; 3) sajian data; dan 4) verivikasi/menarik kesimpulan.
C. Pembahasan
Sejarah
dan Perkembangan Museum Isdiman Palagan
Ambarawa
Menurut Sadirman (2004), sejarah yang bersifat ilmiah akan
memberikan latihan berfikir dalam merekontruksikan kembali, serta menarik
kesimpulan dari berbagai peristiwa yang terjadi. Menurut Hamid Hasan (2007), tujuan
pembelajaran sejarah adalah sebagai wahana bagi pewarisan nilai-nilai kehidupan
bangsa. Tujuan pembelajaran sejarah diposisikan sebagai pendidikan tentang cara
berfikir keilmuan.
Pertempuran Palagan Ambarawa merupakan materi terkait dengan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pertempuran Ambarawa dimulai dengan
adanya insiden air di Gereja Jago. Kota Ambarawa pada masa awal
kemerdekaan dijadikan Sekutu sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah.
Kolonel Soedirman menginginkan agar tentara Sekutu diusir dari Ambarawa secepat
mungkin dengan menggunakan taktik Supit
Urang. Taktik Supit Urang
merupakan gerakan pendobrakan oleh pasukan pemukul dari arah selatan dan barat
ke arah timur menuju Semarang.
Dari hasil wawancara terhadap pelaku sejarah menunjukkan peristiwa
palagan Ambarawa merupakan kejadian fakta yang harus di sebar luaskan kepada
khalayak masyarakat terutama bagi para pelajar. Nilai yang terkandung dalam
peritiwa Palagan Ambarawa dapat diharapkan menambahkan jiwa nasionalisme. Sejarah
Palagan Ambarawa merupakan peristiwa yang penting untuk di pahami secara
mendalam. Hal ini terkait nilai-nilai yang terkandung dalam peristwa Palagan
Ambarawa dan juga diabadikan sebagai Hari Infantri. Pendirian
Museum Isdiman Palagan Ambarawa merupakan penghormatan atas gugurnya Letkol
Isdiman dalam peristiwa Palagan Ambarawa. Museum Isdiman Palagan Ambarawa
menjadi bukti peninggalan sejarah dari peristiwa Pertempuran Ambarawa.
Tujuan
dari perkembangan museum dengan mengubah bentuk bangunan arsitektur museum dan
menambahkan layanan baru akan membuat daya tarik pengunjung. Museum akan
menjadi lebih bermakna yang awalnya hanya bertujuan untuk rekreasi semata
tetapi bisa merubah konsep rekreasi pendidikan. Kebijakan perubahan baik
fasilitas maupun bangunan museum baru harus fokus pada bagaimana menjadi lebih
jangan sampai meninggalkan unsur edukatif. Perkembangan dari museum bertujuan
untuk memotivasi siswa masyarakat agar lebih partisipatif tanpa meninggalkan
fungsi edukatif. Museum harus mengusulkan pelayanan yang lebih kepada
pengunjung, jangan sampai hanya menunjukkan dalam promosi event kosong (Laurie Hanquinet dan Mike Savage,
2012).
Museum
Isdiman Palagan Ambarawa dalam perkembangan zaman perlu adanya renovasi museum
dari segi fisik dan fasilitas tanpa menghilangkan nilai historisnya. Hal ini
dilakukan dalam upaya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.
Selain renovasi fisik bangunan juga memberikan pelayanan yang prima kepada
pengunjung. Perkembangan Museum Isdiman Palagan Ambarawa tidak terlepas dari
peran masyarakat. Kurang perhatian serta masyarakat mengakibatkan museum tidak
berkembang seperti yang diharapkan. Masyarakat memiliki perananan penting dalam
berkembangnya Museum Isdiman Palagan Ambarawa, karena berakaitan dengan jumlah
pengunjung. Dengan minimnya jumlah pengunjung, ini berarti pemasukan bagi
museum juga berkurang jumlahnya. Pemasukan yang tidak mencukupi ini
mengakibatkan museum kesulitan untuk berkembang bahkan untuk pemeliharaan dan
perawatan.
Data
deskripsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan Museum Isdiman
Palagan Ambarawa adalah langkah penting untuk membuat daya tarik kepada
masyarakat. Dengan adanya renovasi di Museum Isdiman Palagan Ambarawa
diharapkan mampu menambahkan jumlah pengunjung.
Kondisi
dan Pengelolaan Museum Isdiman Palagan Ambarawa
Museum merupakan suatu badan yang mempunyai
tugas dan untuk memamerkan hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda yang
penting bagi Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan (Akbar, 2010). Sedangkan menurut Direktorat Museum (2007) administrasi museum
merupakan suatu kegiatan inventarsisasi terkait dengan pencatatan benda-benda
yang dijadikan koleksi museum ke dalam buku koleksi. Data dari buku registrasi
sebagian besar dimasukan ke dalam buku inventarisasi. Saunders
(2014), menjelaskan administrasi museum merujuk pada fungsi museum sebagai
lembaga penyimpan dan merawat benda
berharga yang memiliki nilai sejarah atau ilmiah. Pengaturan koleksi museum
sebagai wujud dari administrasi koleksi museum. Pengelola museum bertanggung
jawab terhadap penyelamatan benda koleksi museum.
Deskripsi hasil wawancara menunjukkan administrasi Museum Isdiman
Palagan Ambarawa yang dilakukan pengelola museum hanya sebatas pengelolaan
pendapatan dari pengunjung. Kegiatan admintrasi masih bersifat sederhana dan
kegiatan inventarasasi diserahkan kepada pihak Badan Pelestarian Cagar Budaya
(BPCB) Jawa Tengah di Prambanan. Struktur organiasasi Museum
Isdiman Palagan Ambarawa meliputi: penanggung jawab yakni Kepala UPTD Objek
Wisata Kabupaten Semarang dan Pengelola yakni Koordinator Museum yang dibantu
oleh sie kebersihan dan sie keamanan.
Administrasi Museum Isdiman Palagan Ambarawa masih sebatas terkait
pengelolaan keuangan retribusi dari pengunjung. Administrasi
museum seharusnya berkaitan terkait pengelolaan museum dan pemeliharaan
benda-benda bersejarah di Museum Isdiman Palagan Ambarawa secara terarah. Maka dari itu diperluakan adanya struktur
organisasi yang sesuai dengan ketetapan Direktorat Museum (2007) meliputi
kepala museum, bagian administrasi, pengelola koleksi (kurator), bagian
konservasi (perawatan), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan
masyarakat, bimbingan edukasi, dan pengelola perpustakaan.
Dari deskripsi di atas dapat
dikesimpulkan bahwa organisasi Museum Isdiman Palagan Ambarawa belum memenuhi
standar dari organisasi museum yang ditentukan oleh Direktorat Museum. Masih
perlu adanya penambahan staf pegawai terutama yang mengelola administrasi
koleksi museum.
Menurut
Noerhadi (2008) museum sebagai lembaga yang memiliki fungsi mengumpulkan,
merawat dan memamerkan untuk tujuan penelitian. Cara kerja atau kerangka yang
dapat dijadikan sebagai kerangka kerja seorang kurator dalam melakukan
perawatan terhadap objek yang menjadi koleksi museum. Objek yang demikian ini
dibuat dipergunakan dan dirawat oleh masyarakat guna keperluan praktis, estetis
atau simbolis. Menurut Direktorat Museum (2007)
didirikannya museum di Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan kelembagaan
yang melestarikan warisan budaya, dalam arti yang luas yaitu melestarikan fisik
benda-benda warisan budaya. Akan tetapi, juga melestarikan makna yang terkandung
di dalam benda koleksi museum dalam sistem nilai dan norma. Kedua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu tugas pokok museum yaitu melakukan
perawatan terhadap benda-benda bersejarah yang sudah menjadi koleksi museum.
Pendapat
Noerhadi (2008) sesusai dengan hasil wawancara yang menyebutkan museum wajib
melakukan perawatan terhadap koleksi benda bersejarah di Museum Isdiman Palagan
Ambarawa. Perawatan dilakukan dengan cara membersihkan kotoran-kotoran dan
noda-noda pengganggu. Saat pembersihannya harus hati-hati jangan sampai
mennghilangkan atau melunturkan warna asli benda terserbut. Perawatan koleksi
Museum Isdiman Palagan Ambarawa ini meliputi pistol, meriam, karabijn, miltralieu, pedang samurai dan semua koleksi yang terbuat dari besi
perawatannya dengan menggunakan minyak senjata agar tetap terjaga perawatannya.
Sedangkan, perawatan terhadap foto dengan pembersihan menggunakan kemoceng
setiap harinya agar terhindar dari debu.
Dari deskripsi data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
perawatan koleksi Museum Isdiman Palagan Ambarawa sudah terlaksana. Kegiatan
perawatan koleksi museum seharusnya dilakukan tidak terfokus pada bentuk fisik.
Konservasi dapat menjadi solusi terhadap perawatan koleksi museum perlu
dilakukan untuk kemudahan dalam melakukan perwatan terhadap koleksi museum.
Pemanfaatan
Koleksi Museum Isdiman Palagan Ambarawa sebagai
Sumber dan Media Pembelajaran Sejarah SMA Negeri 1 Ambarawa
Menurut Ahmad Rohani (2004) menggolongkan sumber belajar berdasarkan sifat dasar dan segi pengembangannya. Menurut
sifat dasarnya sumber belajar ada dua macam yaitu sumber belajar insani dan
sumber belajar non-insani. Sedangkan menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001) mengklasifikasikan sumber belajar sebagai berikut: (1) Sumber belajar tercetak: buku pelajaran, majalah, kamus, koran,
ensiklopedi, dan lain-lain; (2) Sumber
belajar non-cetak: transparasi, buku catatan, film, slide, model, dan lain-lain; (3) Sumber belajar yang berbentuk fasilitas: perpustakaan sekolah, ruangan
belajar, lapangan olah raga dan sebagainya; (4) Sumber belajar yang berupa kegiatan: wawancara, belajar kelompok,
simulasi, observasi, permainan dan lain-lain; dan (5) Sumber belajar yang berupa lingkungan di masyarakat: pabrik, museum dan taman. Dari
dua pendapat tersebut mengidentifikasi museum sebagai sumber belajar jenis lingkungan. Museum Isdiman Palagan
Ambarawa merupakan museum yang satu kecamatan dengan SMA di Ambarawa.
Manfaat museum sebagai sumber belajar
dijelaskan oleh Janet Gail Donal (1991) kunjungan ke museum dapat membuat
pembelajaran lebih kongkret dan menarik. Meskipun pada dasarnya pembelajaran
museum lebih sulit untuk diterapkan tetapi siswa akan mendapakam pengetahuan
sejarah yang lebih besar di museum sejarah. Pembelajaran di museum juga melatih
siswa untuk berpikir kronologis dan melatih siswa untuk memecahkan masalah
terkait penguasaan materi pelajaran yang masih terfokus pada teori yang
disediakan di buku. Guru dapat mengambil sebuah keuntungan potensial dari
pembelajaran menggunakan sumber belajar museum. Siswa dapat diajak untuk
melakukan penelitian di museum dan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang
lebih jelas dan tidak hanya terpaku pada teks
book thinking.
D. Kesimpulan
Dengan ini, dapat diambil kesimpulan bahwasanya, pemanfaatan lokasi Museum Isdiman dapat dijadikan penunjang guna kelancaran atau kebermudahan penyerapan materi oleh guru kepada siswa.
Description: Museum Isdiman Sebagai Tempat Belajar Siswa SMA Daerah Ambarawa
Reviewer: Muhammad Ath Thaariq Aziizi
Rating: 4.0
ItemReviewed: Museum Isdiman Sebagai Tempat Belajar Siswa SMA Daerah Ambarawa
Reviewer: Muhammad Ath Thaariq Aziizi
Rating: 4.0
ItemReviewed: Museum Isdiman Sebagai Tempat Belajar Siswa SMA Daerah Ambarawa
No comments: