(sumber : wikipedia )
Vietnam adalah
babak awal terjadinya perang dingin. Dimulai dari Konferensi Kairo tahun 1943,
Sekutu mulai memikirkan bagaiaman kelanjutan nasib-nasib negara sekutu beserta
daerah taklukannya. Seperti kasus yang sudah-sudah, Asia Tenggara mengalami
dekoloniasi. Indocina menjadi perhatian Perancis setelah Jerman Nazi bertekuk
lutut Mei 1945. Di masa itu, Perancis memulai kehidupan barunya sebagai
pemenang namun, tak punya daya untuk memulai perang kembali. Bahkan, di dalam
parlemen politiknya selalu di tentang oleh rakyat mereka sendiri. Alhasil,
gagalnya wajib militer waktu itu juga.
Sikap itu tidak menggetarkan Jenderal Charles de
Gaulle pun sejak Konferensi dengan Sekutu di Kasablanka, 1943. Ia bercita-cita
merebut kembali Indocina yang dirampas oleh Dai Nippon pada saat konferesi itu.
Sesudah Sekutu benar-benar menang, Amerika Serikat salah satu pihak Sekutu yang
digdaya, sempat meragukan Perancis untuk kembali di Indocina. Tidak hanya itu,
perseturuan antar pihak nasionalis dan sosialis di parlemen Perancis membuat
kekacauan yang berdampak pada tidak ada dukungan untuk perang di Indocina.
Namun, sikap ejek antar kubu yang di maki dengan sebutan Poros Moskow itulah
membuat Amerika Serikat makin yakin memberikan bantuan kepada Perancis supaya
tidak terpengaruh Soviet ataupun masuk dalam sekutu Soviet (Nino Oktorino,
2014:44).
Perancis pun akhirnya masuk NATO tahun 1949 dan
sebelumnya mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat dan Sekutunya alam
bentuk simpati hingga bahan persenjataannya yang mutakhir. Hal tersebut
langsung di respon seteru dingin Amerika Serikat dan sekutunya pada waktu itu
yaitu Republik Rakyat Tiongkok dengan Mao Tse Tung setelah menyingkirkan
Kuomintang (nasionalis) besutan Chiang Kai-Sek tahun 1949. Di Tahun 1946 Vietnam mulai adanya aktivitas
untuk mempertahankan kemerdekaan. Kendati hal tersebut sudah dipersiapkan
namun, sedikit ada kekhawatiran dari pihak Vietnam, Ho Chi Minh dan Jendral-nya
Vo Nguyen Giap. Namun, akhirnya persahabatan rakyat Vietnam dengan Amerika
Seikat semasa musuh Jepang pun sirna. Masa-masa indah dengan Amerika Serikat
dengan pembentukan badan intelijen AS yang bernama OSS hingga terjadi beberapa
ksesepakatan hingga ribuan pucuk senjata dikirimkan Angakatan Bersenjata
Amerika Serikat selama Perang Dunia 2.
Vo Nguyen Giap dan Ho Chi Minh menghela nafas
mempersiapkan skneario terburuk bilamana mereka harus bertempur sendirian
melawan raksasa itu. Kendati demikian, optimisme pejuang Vietminh begitu
meledak. Pasalnya, berkaca dari pengalaman sebelumnya, Perancis pun keok dari
Indocina begitu juga dengan Negara Induknya yang tak berdaya dalam serangan
cepat Jerman Nazi dan Jepang. Anggapan superiotas Perancis pun tidak kembali
tercermin di benak pejuang Vietminh dan Vietcong.
Perang pun dimulai, meskipun berjalan lambat, Vietminh
berbalik unggul. Setelah sekiranya terdesak di Tonkin, Jenderal Henri Navarre
mengambil tampuk kekuasaan dari Korps Ekspedisi Perancis di bawah Jnderal Salan
per Mei 1953. Setelah, Perang Saudara di Cina dimenangkan oleh Komunis, Mao Tse
Tung mengirimkan senjata besar-besar guna membantu sekutu mereka Vietminh.
Selanjutnya, Navarre merancang apa yang disebut Rencana Navarre dan sebelumnya
dicetuskan oleh Washington dan Paris. Navarre akhirnya memilih Dien Bien Phu,
selain strategis juga mempertimbangkan pasukan komunis Pathet Lao yang
seringkali menghambat gerakan Tentara Perancis di Indocina. Ia juga berpendapat
mampu memotong laju pergerakan Vietminh menuju Laos dan mencoba menyerang
Vietminh lewat perbukitan dekat Dien Bien Phu.
Basis Dien Bien Phu pun mulai dibangun kembali
Perancis lewat divisi Para-nya setelah merebutnya dari Vietminh. Bagi Dien Bien
Phu dipililhlah perwira dari Unit Kavaleri Perancis yang radikal yaitu
Castries. Dia memetakan Dien Bien Phu lewat tiga basis utamanya Bukit
Gabrielle, Beatrice, dan Isabelle dan pos-pos kecil lainnya. Semuanya dianamai
dengan nama wanita yang pernah ia taklukannya sebagai pacar.
Bagi Perancis, kunci kemenangan perang mereka ada pada
landasan pacu Dien Bien Phu yang mana kunci masuk/keluarnya kebutuhan mereka
serta pengiriman tentara terluka nantinya. Dan bagi Vietnam, ada pada malam
hari saat kuli-kuli sukarelawan mereka mengirim logistik dan peralatan/senjata
yang tak dapat dipergoki pesawat-pesawat intai serang Perancis. Kedua belah
pihak punya kesempatan menang. Kendati demikian, taktik Perancis dengan
menyerang jalur perbelakangan Vietminh gagal membuat Vietminh selangkah lebih
baik daripada Perancis.
Vo Nguyen Giap percaya kemenangan sedikit lagi.
Setelah kemenangan meyakikan di Cao Bang 1951, tidak akan yang akan
mengehntikan Vietminh lagi, sekalipun itu Amerika Serikat. Tanggal 13 Maret,
gerakan Vietminh sempat dipergoki oleh Perancis dekat Beatrice ialah dua
resimen dari Divisi 312 Tentara Pembebasan Rakyat. Namun, hal tersebut awal keterpurukan
dari Perancis. Beatrice yang jauh dan seakan terisolasi dari yang lain dapat
direbut. Ganasnya pertenmpuran itu, membuat Kolonel Gaucher tewas oleh muntahan
meriam 105 mm bantuan Cina. Meskipun 14 Maret Hanoi mengirim Divisi ke 5 Para
Vietnam, kembali dengan kekuataan yang tak terelakan Vietminh kembali
menguasai.
Gabrielle juga tinggal menghitung hari. Meriam-meriam
105 mm serta bantuan roket peluncur mirip Katyusha juga mulai digunakan untuk
menguasai pertahanan sengit De Castries, Langlais dan Charles Piroth. Charles
Piroth yang merupakan komandan artileri di Dien Bien Phu, bunuh diri setelah
terbukti tentang omong-kosongnya mengenai artileri Vietminh. Perawat
menggambarkan pertempuran itu hampir sama dengan Monte Casino 1943. Vietminh
mulai mengganggu alat vital Perancis yaitu lapangan udara.
Pada tanggal 31 Maret 1954, De Catries mengabarkan
pada Hanoi bahwa dia masih menguasai keadaan. Hal tersebut terjadi saat dia
mengirim sebuah Batalyon Maroko untuk menguasai kembali Bukit Gundul setelah enam
kali berpindah tangan. Regu penyembur api sontak mengejutkan Vietminh di parit
pertahanan. Namun, Vietminh masih bertahan di Dominique dan mengejutkan
Perancis saat menguasai landaan pacu.
Dengan penguasaannya Vietminh atas landasan pacu Dien
Bin Phu, praktis mesin perang Perancis mulai kendor. C-47 dan C-119 terpaksa
menjatuhkan suplai logistik dan amunisi bahkan lebih tingg dari batas normal
akibat flak Vietminh. Dengan begitu,
banyak yang jatuh juga di Vietminh dan dikirim kembali k pos-pos Perancis di
Dominique sebagai kehancuran. Memang riskan, bahkan Navarre pun merasa tidak
ada lagi harapan Tonkin dapat dimenangkan.
Tidak lama lagi Dien Bien Phu dan Utara Vietnam akan
menjadi bagian dari Vietminh. Pukulan terakhir itu tepat antara 6-7 Mei. Meskipun Perancis mengerahkan semua peralatan
perang udara mereka seperti 47 pesawat pembom B-26, 18 Corsair, 26 Bearcat, 16
Heliver, dan 5 Privateer, serangan Vietminh tak dapat di bendung lagi. Menjelang
malam 6 Mei, dengan awalan tembakan meriam Vietminh bersiap untuk serangan
terakhirnya. Pertempuran berlangsung hingga pukul 05.30-06.00 namun, Eliane 4
bertahan hingga pukul 22.00.
Suasana di Eliane 2 pun mencekam. Dua kompi dari
satuan mencoba untuk melakukan gerakan keluar menuju Laos, satunya lagi juga
pergi entah kemana. Namun, upaya itu juga akan menimbulkan korban yang besar.
Sementara itu, Langlais mencoba membentuk sebuah pasukan guna serangan balsan
ke Eliane 2, tetapi dipatahkan oleh Vietminh saat memperbarui pasukannya pagi
hari tanggal 7 Mei.
Akhirnya Vietminh berada beberapa ratus meter saja
dari pos komando De Castries. Hanya tersedia beberapa prajurit yang
mempertahankan suatu garis lemah di tepi sungai timur. Kolonel Langlais berinisiatif
untuk menyerang namun, perwira mereka berkata tidak ada siapapun yang siap
untuk bertempur. Pada pukul 11.00 7 Mei, De Castries mengirim pesan ke Hanoi
bahwa Dien Bien Phu sudah tidak dapat dipertahankan. Jendral Cogny membalas
dengan memerintahkan untuk melakukan gencata senjata pukul 17.30 serta merusak
segala fasilitas (senjata, transmisi, dsb.) supaya tidak dapat dimanfaatkan
oleh musuh.
Pukul 14.00 pertempuran mereda. De Castries mengirimkan pesan heroik terakhir
: ”Kami akan bertempur hingga akhir… Hidup Perancis!’’. Pukul 17.40, Vietminh
mengibarkan benderanya di atas pos komando De Castries. Kendati demikian,
Isabelle sempat menerima meriam untuk menembak meriam ke posisi De Castries.
Hal tersebut tidak pernah dilakukan artileri Isabelle. Vietminh pun mendobrak
pintu dengan mata penuh amarah dan dendam berpasang sangkur di senapan mereka.
Sebelum di bawa ke kamp tawanan, De Castries sempat berbincang kepada dedengkot
Vietminh antara lain Kolonel Tran Do, Kolonel Hoang Cam dan komandan artileri
Kolonel Le Trong Tan.
Untuk pertama kalinya, bangsa yang terjajah seperti
Vietnam mampu mengalahkan secara militer kekuatan besar kolonialis kulit putih.
Seperti setahun sebelumnya di Panmunjom, Korea, gencatan senjata diadakan di
Jenewa, Swiss mendapat hasil yang mirip. Vietminh mendapat wilayah utara dan
Vietnam versi Kaisar Bao Dai mendapat bagian selatan yang di pisah garis
lintang 17ยบ. Pham Van Dong yang mewakili Vietminh tampil gagal saat konferensi
itu. Sebaliknya, Georges Bidault tampak suram.
Kekalahan memalukan Dien Bien Phu 7 Mei 1954 dan
tentunya Perang Indocina 20 Juli 1954 memberi kerugian besar Perancis. Perdana
Menteri Joseph Laniel mengundurkan diri tanggal 12 Juni. Navarre di pecat dari
dinas aktif tahun 1956. Cogny akhirnya berdinas di Maroko namun tewas dalam kecelakaan
pesawat terbang 1968. De Castries meninggalkan angkatan darat tahun 1954. Total
95.000 prajurit dan orang sipil Perancis tewas sementara itu, Vietminh
kehilangan 300.000 patriot. Buruknya lagi, veteran perang Indocina di benci dan
dimusuhi oleh rakyat Perancis sendiri sampai-sampai mereka dikucilkan dari
masyarakat, di tindas, di paksa berscerai dengan istrinya, dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Oktorino, Nino. 2014. Lembah Kematian : Tragedi
Kekalahan Prancis di Dien Bien Phu. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Description: Neraka Itu Bernama Dien Bien Phu
Reviewer: Muhammad Ath Thaariq Aziizi
Rating: 4.0
ItemReviewed: Neraka Itu Bernama Dien Bien Phu
Reviewer: Muhammad Ath Thaariq Aziizi
Rating: 4.0
ItemReviewed: Neraka Itu Bernama Dien Bien Phu
No comments: